Selasa, 22 Februari 2011

keperawatan kritis cidera kepala

}KEPERAWATAN KRITIS
CEDERA KEPALA
}Welly Vitriawan, S.Kep. Ns. M.Kep. Sp.KMB
}
}POLTEKKES KEMENKES MALANG
}2010
}TRAUMA / CEDERA KEPALA
1.PENYEBAB
2.KLASIFIKASI
mekanisme,
tingkat beratnya cedera kepala
berdasar morfologi.
}
A.Berdasarkan mekanisme
1.Tertutup
2.Penetrans
B. Berdasarkan beratnya
1.Skor Skala Koma Glasgow
2.Ringan, sedang, berat
C. Berdasarkan morfologi
1.Fraktura tengkorak
      a Kalvaria
         1 Linear atau stelata
         2 Depressed atau nondepressed
      b Basilar
}
2 Lesi intrakranial
                  a Fokal
                       1 Epidural
                       2 Subdural
                       3 Intraserebral
                  b Difusa
                       1 Konkusi ringan
                       2 Konkusi klasik
                       3 Cedera aksonal difusa
}
}
}BERDASAR MEKANISME
}Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans. Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang, namun sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan  parahnya cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk kegunaan  klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans lebih sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka tusuk. Karena pengelolaan kedua kelompok besar ini sedikit berbeda, dipertahankanlah pengelompokan ini untuk keperluan deskriptif.
}BERDASAR BERATNYA
}Cedera Kepala Ringan (SKG 12 - 15)
}Cedera Kepala Sedang (SKG  9 - 12)
}Cedera Kepala Berat (SKG  kurang dari 9)
}
}
}SKG = Skala Koma Glasgow /
}GCS = Glasgow Coma Scale
}
  Tanpa memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :
Pupil tak ekual
Pemeriksaan motor tak ekual.
Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang terbuka.
Perburukan neurologik.
Fraktura tengkorak depressed.
}Secara morfologi
}Cedera kepala secara umum digolongkan kedalam dua kelompok utama: fraktura tengkorak dan lesi intrakranial
}
}Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara laserasi scalp dan permukaan serebral karena duranya robek
}Lesi Intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral).
}Lesi Fokal
}Hematoma  Epidural.  Klot terletak diluar dura, namun didalam tengkorak. Paling sering terletak diregio temporal atau temporal-parietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Klot biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior.
}
}Hematoma Subdural. Sangat lebih sering dari hematoma epidural, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat  robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak.
}
}Kontusi dan hematoma intraserebral. Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Frekuensinya lebih nyata sejak kualitas dan jumlah CT scanner meningkat. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak
}
}Cedera difusa
}Cedera otak difusa membentuk kerusakan otak berat progresif yang berkelanjutan, disebabkan oleh meningkatnya jumlah cedera akselerasi-deselerasi otak. Pada  bentuk murni,  cedera otak difusa adalah jenis cedera  kepala yang paling sering
}
}PENGELOLAAN CEDERA KEPALA
Cedera Kepala Ringan
Definisi:
}Pasien bangun, dan mungkin bisa berorientasi.
}Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
}Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma
Pengelolaan:
}Riwayat: Jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia, nyeri kepala
}Pemeriksaan umum untuk menegakkan cedera sistemik
}Pemeriksaan neurologis
}Radiografi tengkorak
}Radiografi servikal dan lain-lain atas indikasi
}Kadar alkohol darah serta urin untuk skrining toksik
}CT scan idealnya dilakukan bila didapatkan tujuh pertama dari kriteria rawat
}
Kriteria Rawat:
}Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)
}Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
}Penurunan tingkat kesadaran
}Nyeri kepala sedang hingga berat
}Intoksikasi alkohol atau obat
}Fraktura tengkorak
}Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
}Cedera penyerta yang jelas
}Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung- jawabkan
}CT scan abnormal
       
Dipulangkan dari UGD:
}Pasien tidak memiliki kriteria rawat
}Beritahukan  untuk kembali  bila timbul masalah dan jelaskan tentang 'lembar peringatan'
}Rencanakan untuk kontrol dalam 1 minggu
}
Cedera Kepala Sedang
Definisi: 
}Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG  9-12).
}Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
}Dapat mengalami fraktur tengkorak.
Pengelolaan:
}Di Unit Gawat Darurat:
}Riwayat: jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia, nyeri kepala
}Pemeriksaan umum guna menyingkirkan cedera sistemik
}Pemeriksaan neurologis
}Radiograf tengkorak
}Radiograf tulang belakang leher dan lain-lain  bila ada indikasi
}Kadar alkohol darah dan skrining toksik dari urin
}Contoh darah untuk penentuan golongan darah
}Tes darah dasar dan EKG
}CT scan kepala
}Rawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normal
}
Setelah dirawat:
}Pemeriksaan neurologis setiap setengah jam
}CT scan ulangan hari ketiga atau lebih awal bila ada perburukan neurologis
}Pengamatan TIK dan pengukuran lain seperti untuk cedera kepala berat akan memperburuk pasien
}Kontrol setelah pulang biasanya pada 2 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan bila perlu 1 tahun setelah cedera
}
Cedera Kepala Berat
Definisi:
}Pasien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan kesadaran.
}Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
}Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial
}
Pengelolaan:
Di Unit Gawat Darurat
Riwayat:
}Usia, jenis dan saat kecelakaan
}Penggunaan alkohol atau obat-obatan
}Perjalanan neurologis
}Perjalanan tanda-tanda vital
}Muntah, aspirasi, anoksia atau kejang
}Riwayat penyakit sebelumnya, termasuk obat-obatan yang dipakai serta alergi
}
Stabilisasi Kardiopulmoner:
}Jalan nafas, intubasi dini
}Tekanan  darah, normalkan segera dengan Salin normal atau darah
}Foley, tube nasogastrik kateter
}Film diagnostik: tulang belakang leher, abdomen, pelvis, tengkorak, dada, ekstremiras
Pemeriksaan Umum
}
Tindakan Emergensi Untuk Cedera Yang Menyertai:
}Trakheostomi
}Tube dada
}Stabilisasi leher: kolar kaku, tong  Gardner-Wells dan traksi
}Parasentesis abdominal
Pemeriksaan Neurologis:
}Kemampuan membuka mata
}Respons motor
}Respons verbal
}Reaksi cahaya pupil
}Okulosefalik (dolls)
}Okulovestibular (kalorik)
}
}
Obat-obat Terapeutik:
}Bikarbonat sodium
}Fenitoin
}Steroid
}Mannitol
}Hiperventilasi
Tes Diagnostik: (desenden menurut yang diminati)
}CT scan
}Ventrikulogram udara
}Angiogram
}
Di Unit Perawatan Intensif (UPI/ICU)
}Kelompok ini terdiri dari penderita yang tidak mampu mengikuti perintah sederhana bahkan setelah  stabilisasi  kardiopulmonal. Walau definisi  tersebut memasukan cedera otak dalam spektrum yang luas, ia mengidentifikasikan kelompok dari penderita yang berada pada risiko maksimal atas morbiditas dan mortalitas. Pendekatan 'tunggu dan lihat' sangat mencelakakan dan diagnosis serta tindakan tepat adalah paling penting. Pengelolaan pasien dibagi lima tingkatan: (1) stabilisasi kardiopulmoner, (2) pemeriksaan umum, (3) pemeriksaan neurologis, (4) prosedur diagnostik, dan (5) indikasi operasi.
}Indikasi operasi
penderita cedera kepala
}EDH (epidural hematom)
>40cc dengan midline shifting pada daerah temporal/frontal/parietal dengan fungsi batang otak masih baik
>30cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang otak atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baik
EDH progresif
EDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi
}Indikasi operasi
penderita cedera kepala
}SDH (subdural hematoma)
SDH luas (>40cc / >5mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak masih baik
SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi
SDH dengan edema serebri/kontosio serebri disertai midline shift dengan fungsi batang otak masih baik
}Indikasi operasi
penderita cedera kepala
}ICH (intraserebral hematom) pasca trauma
Penurunan kesadaran progresif
Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan napas
Perburukan defisit neurologis
}Indikasi operasi
penderita cedera kepala
}Fraktur impresi
}Frakttur kranii dengan laserasi serebri
}Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intra kranial)
}Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK, pertimbangan operasi dekompresi
}1. Fungsi Cerebral
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS) :

Refleks membuka mata (E)
4 :
Membuka secara spontan
3 :
Membuka dengan rangsangan suara
2 :
Membuka dengan rangsangan nyeri
1 :
Tidak ada respon
}
}Refleks verbal (V)
5 :
Orientasi baik
4 :
Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 :
Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 :
Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 :
Tidak keluar suara
}
}Refleks motorik (M)
6 :
Melakukan perintah dengan benar
5 :
Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 :
Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 :
Hanya dapat melakukan fleksi
2 :
Hanya dapat melakukan ekstensi
1 :
Tidak ada gerakan
}
}Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan.
}Penderita yang sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1)
}Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X.
}GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.
}Derajat kesadaran :
}Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
}Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlena lagi. Gelisah atau tenang.
}Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
}Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh mnghindari tusukan)
}Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus
}Kualitas kesadaran :
}Compos mentis : bereaksi secara adekuat
}Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
}Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
}Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan fikirannya.
}Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
}
}Gangguan fungsi cerebral meliputi :
Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi
}
}Pengkajian status mental/kesadaran meliputi:
GCS,
orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

}Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
Pemeriksaan fisik
}Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
}Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ
}Sistem saraf : Kesadaran GCS. Fungsi saraf kranial : trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
}Fungsi sensori-motor : adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
}
}Sistem pencernaan: Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?
}Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
}Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
}Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
}Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
}Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1.Kapasitas adaptif intrakranial, penurunan
2.Aspirasi, resiko berhubungan dengan disfungsi saraf kranial
3.Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
4.Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
5.Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
6.Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
7.Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
8.Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
9.Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
10.Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar